Sabtu, 27 Desember 2008

Studi Kasus Orgasme

Belakangan banyak seksolog yang berkesimpulan bahwa ejakulasi tidak sama dengan orgasme.

Untuk membuktikan hal tersebut akan diberikan contoh seperti dibahas dalam buku yang sama. Johnny dan istri (nama samaran) datang berkonsultasi ke seorang seksolog. Mereka mengeluhkan sang suami tidak pernah lagi mengalami orgasme. Katanya, gangguan ini datangnya tiba-tiba, padahal perkawinan sudah berusia enam tahun. Pada saat hubungan seks, kadang berlangsung sampai dua atau tiga jam tapi tidak berhasil mencapai puncak. Akhirnya istrinya menyerah dan setiap selesai hubungan seks mereka tidak bisa tidur nyenyak. Sang istripun kemudian menjadi enggan melayani suami. Setiap berhubungan seks dia merasa lelah bukan main. Seluruh tubuh menjadi terasa pegal dan sakit.

Setelah melalui proses penelitian terhadap hubungan kedua pasangan tersebut pada saat sebelum terjadinya problem itu ternyata didapat sebuah kajian menarik. Ternyata Johnny menyimpan dendam dan marah terhadap istrinya. Perasaan suami ini berasal dari adanya hubungan antara sang istri dengan bekas bosnya sendiri yang telah berlangsung selama tiga tahun. Ini diketahui berdasarkan pengakuan istrinya sendiri. Lantaran rasa marah kepada istri, kemudian Johnny meninggalkan rumah. Namun, sesudah satu minggu, Johnny kembali lagi. Kerinduan dan kecintaan pada istri dan anak meluluhkan emosinya. Menurut pengakuannya, bagaimanapun buruknya kelakuan istri, ia tetap mencintainya. Kemudian mereka sepakat untuk hengkang dari lingkungan itu dengan harapan tidak bertemu lagi dengan sang bos laknat itu. Mereka ingin membuka lembaran hidup baru. Selama rumah tangga bergejolak, mereka tidak pernah melakukan hubungan seks. Setelah pindah baru mereka kembali mesra. Namun setiap hubungan seks selama dua atau tiga jam, Johnny tidak bisa orgasme. Demikian berulang-ulang setiap hubungan seks.

Ternyata rasa benci dan dendam Johnny belum hilang. Namun, disisi lain ia tetap mencintai istrinya. Benci dan cinta membuat orgasme tak kunjung datang. Rupanya, di balik kegagalan itu dia melampiaskan rasa marahnya, membalas dendam pada istrinya. Inilah gejolak jiwa yang bermain di belakang. Di luar sadarnya ia ingin menyiksa isterinya. Setelah latar belakang ini terungkap, selesailah problem kejiwaan mereka dan mereka bisa kembali merasakan ejakulasi pada setiap berhubungan seks.

Dari kasus diatas dapat disimpulkan bahwa datang orgasme sebenarnya dikoordinasikan oleh otak, bukan masalah fisik semata. Adanya rasa dendam, benci dan marah membuat otak tidak mengkoordinasikan orgasme pada tubuh. Otaklah yang mengatur orgasme dan tingkat kenikmatan. Kalau otak terganggu maka orgasme juga akan terganggu atau akan berkurang kenikmatannya. Ini sering kita dapatkan pada orang-orang yang memuaskan nafsu seksualnya dengan pelacur atau dengan onani. Karena perasaan bersalah, berdosa atau kurang nyaman maka orgasme tidak akan tercapai walaupun air maninya keluar. Jadi, otaklah yang paling berperan dalam mencapai orgasme.